Senin, 29 September 2008

Rabu, 24 September 2008

KELEDAI BODOH

Saya bingung ajah...
Bingung melihat mereka yang masih saja tidak mau belajar dari kesalahan.
Kesalahan yang dilakukan pada saat proses produksi, tentu mengakibatkan produk rusak. Biasa kan.
Bila terjadi produk rusak, tentu tak bisa dijual.
Bila tak bisa jual, tentu tak ada pemasukan.
Bila tak ada pemasukan, tentu tak dapat gajian.
Rasanya sesimpel itu kan urut-urutannya?

Namun, masih saja mereka melakukan kesalahan.
Anehnya ini bukan kesalahan baru, tapi kesalahan yang pernah dilakukan itu terulang kembali.
Eh bukan, tepatnya dilakukan kembali.
Ini bukannya tak disengaja, tapi mereka yang ceroboh, tidak mau memperhatikan tata cara berproduksi yang semestinya.
Sederhana banget.

Kata orang bijak: hanya keledai bodohlah yang terperosok pada lubang yang sama dua kali.
Jadi, kalau tidak mau dibilang keledai bodoh, tentunya tidak perlu melakukan kesalahan yang sama dua kali, bahkan lebih. Betul tak?

Barangkali kalau kita mau menyiapkan bahan dan peralatannya dengan baik,
Barangkali kalau kita mau melakukan sesuatu dengan urut-urutan yang sesuai,
Barangkali kalau kita mau melakukannya dengan tata cara yang benar,
Barangkali kalau kita mau memperhatikan kesalahan yang pernah dibuat,
Semuanya akan berbeda.
Tak ada lagi produk rusak.
Tak ada lagi biaya yang terbuang.
Tak ada lagi hal percuma.
Dan tak ada lagi yang namanya keledai bodoh itu!

Jumat, 19 September 2008

BELAJAR DARI SOCRATES

Kedukaan bisa datang dari ucapan yang tidak direncanakan, atau
telinga yang lupa menutup diri. Saya sering mengalami ini. Berbincang
dengan rekan-rekan, saling melempar canda, lalu, dari saling cerita
itu, duka bisa diam-diam menyelinap, ketersinggungan pun muncul tiba-tiba.
Dan luka datang tanpa dipanggil.

******

Suatu pagi, seorang pria mendatangi Sokrates, dan dia
berkata, "Tahukah Anda apa yang baru saja saya dengar mengenai salah
seorang teman Anda?"

"Tunggu sebentar," jawab socrates. "Sebelum memberitahukan saya
sesuatu, saya ingin Anda melewati sebuah ujian kecil. ujian tersebut
dinamakan saringan tiga kali."

"Saringan tiga kali?" tanya pria tersebut.

"Betul," lanjut Socrates. "Sebelum Anda mengatakan kepada saya
mengenai teman saya, mungkin merupakan hal yang bagus bagi kita untuk
menyediakan waktu sejenak dan menyaring apa yang akan Anda katakan.
Itulah kenapa saya sebut sebagai saringan tiga kali.

"Saringan yang pertama adalah `kebenaran`. Sudah pastikah bahwa
apa yang anda akan katakan kepada saya adalah kepastian kebenaran?"

"Tidak," kata pria tersebut, "Sesungguhnya saya baru saja
mendengarnya dan ingin memberitahukannya kepada Anda".

"Baiklah," kata Socrates. "Jadi Anda sungguh tidak tahu apakah hal
itu benar atau tidak. Hmm... sekarang mari kita coba saringan kedua
yaitu `kebaikan`. Apakah yang akan Anda katakan kepada saya mengenai
teman saya adalah sesuatu yang baik?"

"Tidak, sebaliknya, mengenai hal yang buruk".

"Jadi," lanjut Socrates, "Anda ingin mengatakan kepada saya sesuatu
yang buruk mengenai dia, tetapi Anda tidak yakin kalau itu benar.
hmmm... Baiklah Anda mungkin masih bisa lulus ujian selanjutnya,
yaitu `kegunaan`. Apakah yang Anda ingin beritahukan kepada saya
tentang teman saya tersebut akan berguna buat saya?"

"Tidak, sungguh tidak," jawab pria tersebut.

"Kalau begitu," simpul Socrates, "Jika apa yang Anda ingin
beritahukan kepada saya... tidak benar, tidak juga baik, bahkan tidak
berguna untuk saya, kenapa ingin menceritakan kepada saya?"

(Cerita socrates tadi di-copy paste dari sebuah email yg dikirim oleh tukangnt@***.com)

Kamis, 18 September 2008

ORANG BRENGSEK IMAM SEJATI

Dalam kesempatan membaca email dari sebuah milis, saya sempat membaca sebuah email
yang memuat tulisan dari Gde Prama. Tulisan itu memberi saya inspirasi untuk
menurunkan tulisan kali ini.

Cerita Gde Prama, pada suatu saat Bank Indonesia pernah amat senang mengundang Gde Prama
untuk menyampaikan presentasi mengenai Dealing With Difficult People, sebuah sesi dimana
Gde mencoba mengupas bagaimana menjauhkan dan membebaskan diri dari manusia-manusia sulit
yang memiliki karakter seperti keras kepala, suka menang sendiri, tidak mau bekerja sama,
tidak peduli dengan kepentingan orang banyak, dan lain-lain.
Menurut Gde, banyak di antara kita yang merasa bukan bagian dari manusia sulit, justeru
orang di luar sana lah yang termasuk golongan orang sulit. Dengan mudahnya,
menganggap orang lain sebagai biang masalah.
Padahal menurut Gde, ada baiknya membersihkan kacamata kita terlebih dahulu sebelum
melihat orang lain.
Kalau tidak sadar dengan kotornya kacamata kita, orang lain memang akan sangat mudah
dipandang kotor.
Seorang pemimpin, sebelum menyebut orang lain sulit diatur, pastikan terlebih dulu kalau
bukan dirinya yang tidak mampu mengatur.
Seorang imam yang keras kepala, maka orang lain berbeda pendapat sedikitpun akan dianggapnya
orang yang sulit.
Imam yang mudah tersinggung, melihat orang yang sedikit senyum saja sudah akan membuatnya
kesal.

Gde menyatakan bahwa manusia-manusia super sulit pada hakekatnya adalah guru terbaik kita.
Dari mereka kita bisa belajar banyak. Mengapa begitu?

Pertama, manusia super sulit seringkali mengajari kita dengan cara menunjukkan betapa
menjengkelkannya mereka.
Bayangkan saja, manakala orang ramai berdiskusi menyatukan pendapat, mencari berbagai
argumentasi untuk mendapatkan jalan keluar terbaik, ia mau menang sendiri.
Manakala orang belajar melihat dari segi positif, ia malah mencaci dan menghina orang lain.
Tetapi, ambil saja hikmahnya, saat bertemu dengan mereka ini, sebenarnya kita sedang diingatkan
untuk tidak berperilaku seperti mereka.

Kedua, manusia super sulit adalah sparring partner dalam membuat kita menjadi orang sabar.
Difficult people ini sering kali membuat panas kepala, mengurut-urut dada, bahkan menarik
nafas panjang, yang itu semua bisa diartikan tubuh dan jiwa kita ditarik menjadi lebih sabar.
Kepalan tangan yang awalnya sakit pada saat melakukan push-up, lambat laun apabila kita terus
melakukannya, maka rasa sakit akan tidak lagi terasa, kita semakin kebal.

Ketiga, manusia super sulit sering mendidik kita jadi pemimpin jempolan. Semakin
sering dan semakin banyak kita memimpin dan dipimpin manusia sulit, ia akan
menjadi Universitas Kesulitan yang mengagumkan daya kontribusinya.
Pengalaman memimpin dan dipimpin oleh difficult people, telah membuat banyak orang menjadi
pemimpin yang disegani.
Bukan tidak mungkin kita bakal menjadi pemimpin yang jauh lebih asertif setelah dipimpin
oleh imam yang amat keras dan diktator.

Akhirnya, penting untuk disadari bahwa manusia super sulit sebenarnya dapat
menunjukkan jalan ke surga, serta mendoakan kita masuk surga.
Karena, seandainya kita berhasil membalas hukuman dengan kesabaran, melawan hinaan dengan senyuman,
kiriman batu dibalas dengan kiriman bunga, bau busuk digantikan dengan bau harum,
kepentingan pribadi dihadapi dengan kepentingan bersama, bukankah kemungkinan masuk surga menjadi lebih tinggi ?

Kalau kita mau meyakini bahwa setiap orang yang kita temui dalam hidup adalah guru
kehidupan, maka guru terbaik kita sebenarnya adalah manusia-manusia super sulit, difficult people,
pemimpin yang otoriter itu, dan imam yang suka kentut di depan orang banyak itu .