Kamis, 03 April 2008

Siapa Yang Paling Bertanggung Jawab?

Harga sembako semakin mahal.
Tarif listrik dan air bakal naik (lagi).
Sementara gaji pekerja tetap segitu.
Dan, jalan-jalan tetap saja berlubang.
Banjir pun terjadi di mana-mana.
Belum lagi pendidikan yang semakin mahal.
Tapi, pemerintah cuma punya hajatan seremonial, peresmian ini peresmian itu.
Tak ada kemajuan berarti.
Anggota dewan pun tak bergigi.
Asyik dengan kunjungan kesana kemari, tanpa arti.
Ini salah siapa?

Kalau Anda ingin menyalahkan orang yang paling bertanggung jawab atas kegagalan pembangunan di Kota Batam, maka Anda bisa mulai dengan menyalahkan diri sendiri.
Kenapa demikian?
Karena Andalah sendiri yang mengambil keputusan untuk tidak melakukan apa-apa.
Dan untuk tidak menjadi apa-apa.
Ini bukan kesalahan Walikota. Ini salah Anda mengapa tidak jadi Walikota.
Ini bukan kesalahan anggota dewan. Ini salah Anda mengapa tidak jadi anggota dewan.
Ini bukan kesalahan Direktur PLN. Ini salah Anda mengapa tidak jadi Direktur PLN.
Ini bukan kesalahan Direktur ATB. Ini salah Anda mengapa tidak jadi Direktur ATB.
Ini semua karena Anda sendirilah yang memutuskan, mengambil keputusan dengan penuh kesadaran, untuk tidak menjadi siapa-siapa, untuk tidak melakukan apa-apa.

(Gambar dari sini)

8 komentar:

Me mengatakan...

Ntar kalau aku jadi walikota, pak Ahmad Dahlan jadi apa dong ? :-)

Citra Pandiangan mengatakan...

kaya-nya mas 'wajib' nonton Planet Mars deh hehe (padahal, aku juga belum sempat nonton)

Anonim mengatakan...

Dari semua komentar diatas, kuncinya adalah:

1. Kejujuran
2. Komunikasi, relasi dandiplomasi

Tapi kunci yang utama adalah kejujuran.

Bila kejujuran tidak ada bagaimana menciptakan komunikasi ?
Bila kejujuran tidak ada bagaimana menciptakan relasi ?
Bila kejujuran tidak ada, bagaimana bisa berdiplomasi ?

Bila sudah tidak ada kejujuran maka tidak ada lagi kepercayaan.
Bila tidak ada lagi kepercayaan maka terjadi baku hantam dan pelanggaran-pelanggaran.
Bila semua orang melakukan pelanggaran maka tidak perlu lagi pemerintahan.

Oleh karena itu, bila kita melihat kondisi rakyat Indonesia saat ini, ibarat ayam kehilangan induk.
Induknya kemana ? Anaknya kemana ?

Cari hidup masing-masing, tidak terkendali dan tidak terkontrol lagi.
Pemerintahan saat ini amuradul, seperti punya moral tapi tidak jelas salurannya.
Pintar bicara, tapi keblinger, tidak jelas arah dan tujuannya.

Kita butuh bukti bukan janji. Oleh karena itu mari kita mulai dari diri sendiri.
Anggap saja saat ini kita sudah menjadi anak yatim piatu. Berusaha bertahan
dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada kita.

Kecuali ada kata sepakat untuk bersatu dari seluruh rakyat Indonseia, agar pemerintah
saat ini sebaiknya turun semua dari jabatannya, karena keberadaan mereka tidak terlalu meberi
kontribusi dan diperlukan oleh rakyat Indonesia.

Tidak banyak yang bisa mereka lakukan kecuali janji dan membawa kesengsaraan berkepanjangan bagi rakyat Indonesia.
Tapi di negeri tercinta ini sangat sulit untuk mencari orang jujur dan punya keberanian untuk merubah tatanan negara ini.

????????????

"Surya Gunawan" surya.gunawan@id.*********.com

Anonim mengatakan...

Poverty is the parent of revolution and crime
(Aristoteles, 384 - 332 SM)
"Puthut" puthut@*****.or.id

Anonim mengatakan...

Kalo sekarang sih Kemiskinan jadi Bisnis TV dan Pejabat karena
visinya mengexpolitasi orang Miskin bukan mengentaskan kemiskinan .
Kejahatan juga jadi bisnis Media lihat mulai dari koran Pos Kota
,Lamer ,Buser sampai ada Bang Napi .So masih relevankah pepatah
Aeistoteles ?
"Roni Febrianto" roni_febrianto@*****.com

Anonim mengatakan...

tuan,
dari yang anda sampaikan kusimpulkan
1. revolusi (kegelapan ?) telah terjadi di TV (infotainment) dan para pejabat dng pernak-perniknya
2. kita mo bikin revolusi macam mana tuan

sabda aris-to-teles (aris menuju ke-basahan) masih relevan

babahe
begundal tengik
"yulianlcm" yulianlcm@*****.co.id

Anonim mengatakan...

dengan menanyakan relevansi,
berarti, dalam konteks ini, anda sangat kritis, bung!

bisnis media di indonesia kan memang berideologi: mana yang sedang "in"?
idol-idolan (dimulainya dari indonesian idol dan afi).
tayangan klenik dan horor.
dlsb. meski relasi kausalnya kayak duluan mana telur dan ayam,
tapi, media di indonesia tidak sepenuhnya yang men-drive opini massa.
pada banyak hal, media di indonesia hanya "ngempanin" apa yang sedang dimaui massa.

nah ketika kemiskinan juga jadi "bahan hiburan"
sepertinya, juga lebih karena kemiskinan itu FAKTA yang sedang IN.

dan (atau tapi?) nyatanya, pengaruhnya pada publik bisa anda lihat dan rasaken kan?

payahnya, tayangan-tanyangan itu sepertinya "berkiblat" pada "ideologi" syair lagu terkenal.
tidak membongkar akar masalah dan nyari solusi, melainkan berlaku seperti yang diusung dalam syair lagu termaksud.
"Mother Marry comes to me, speaking word of wisdom, let it be...."

buktinya,
reality shows yang bagi-bagi rejeki nomplok itulah.

let it be.
itulah yang saat ini sepertinya ada di kepala banyak pihak di negeri ini.
secara ekstrem, istilah itu kan sama aja dengan: biarin ajah...

mangsalahnya adalah,
apakah KITA akan DIAM?

so,
relevan tidaknya "rumus" aristoleles, KITAlah yang MENENTUKAN.

salam,
"Puthut" puthut@*****.or.id
py

Anonim mengatakan...

Ass WRB,
Media memang dah bagian dari Ajang Bisnis tidak lagi
Independen sesuai dgn pakemnya sebagai salah satu pillarnya Demokrasi
.Dan memang faktanya sebagian " KITA " tersihir dengan nikmatnya
menonton Kemiskinan dan Kejahatan bukan berupanya cari solusinya (
mungkin Let it be ato malah dah pasrah sambil bertanya saja PADA
RUMPUT YANG BERGOYANG ) .
Kalo memang tidak mau dianggap diam yah ISSUE KEMISKINAN yang akan
ada korelasi dgn Kejahatan dan kemaksiatan mungkin harus jadi agenda
juga bagi gerakan SP/SB .
Tapi aku juga mau tanya " KITA " itu siapa ?
Sebagai bagian dari elemen masyarakat Sipil pastinya buruh juga masuk
kelompok " KITA " .Jadi pertanyaan lagi sadarkah " KITA " ato peka kah
ato malah sudah PEKAK karena sudah terbuai dengan hiburan "Kemiskinan
& Kejahatan " yang disajikan oleh Media .Apa yang bisa "Kita " perbuat ?
Mari mulai dgndiskusi & Aksi .TQ

Wassalam
"Roni Febrianto" roni_febrianto@*****.com